Kanal

Pakar Soal Nadiem Hapus Jurusan IPA Dan IPS : Sensasi Akhir Masa Jabatan

Wadahhnews.com- Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA sederajat hanya sensasi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim pada akhir masa jabatannya.

"Sensasi di akhir masa jabatan," kata Ubaid, Kamis (18/7).

Ia menyebut keputusan Kemendikbudristek yang kini resmi menghapus jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA sederajat diambil secara dadakan. Selain itu, tidak ada dasar kajian yang jelas.

Padahal, kata Ubaid, diskusi dengan multistakeholder sangat diperlukan, seperti guru, masyarakat sipil, orang tua, hingga Dinas Pendidikan.

"Jangan kebijakan itu tiba-tiba. Kecuali hanya cari sensasi saja ya monggo. Apalagi ini di ujung pemerintahan. Kalau menteri yang baru tidak setuju, pasti diubah lagi. Peserta didik selalu jadi korban," ujarnya, seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Ubaid mengaku tidak mengetahui bagaimana kebijakan itu diimplementasikan di satuan pendidikan. Begitupun dengan proses evaluasinya.

Menurutnya, pemerintah kerap mengeluarkan kebijakan tetapi tidak berjalan di lapangan karena tidak diukur secara baik.

"Ini kaitannya sama alokasi waktu, jam guru yang terpotong, mengatur peminatan siswa, dan lain-lain. Ini harus dijelaskan di sekolah-sekolah teknisnya bagaimana," tutur Ubaid.

Ia mencontohkan, pada awal kurikulum Merdeka diberlakukan, pemerintah menyatakan bahwa peserta didik tidak diharuskan mempelajari dan menguasai semua mata pelajaran. Para peserta didik dapat memilih mata pelajaran yang diminati.

"Tapi di lapangan ini tidak terjadi. Anak masih tiap hari bawa buku paket dengan jumlah mata pelajaran yang banyak dan semua dipelajari dan harus dikuasai," ungkapnya.

"Jadi janganlah publik disuguhi dengan kebijakan dadakan, dan tidak jelas pula bagaimana teknis, serta apa goal yang ingin diraih," sambung Ubaid.

Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengungkap pada tahun ajaran 2022, 50 persen sekolah sudah menerapkan Kurukulum Merdeka. Sementara untuk 2024 tercatat sudah sekitar 90-an sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka.

Lewat kebijakan itu, pemerintah berharap siswa bisa lebih fokus membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutannya.

"Peniadaan jurusan di SMA dimaksud merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang sudah diterapkan secara bertahap sejak tahun 2021," kata Anindito.

Anindito berharap Kurikulum Merdeka itu mampu membuat murid bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya.

"Persiapan yang lebih terfokus dan mendalam ini sulit dilakukan jika murid masih dikelompokkan ke dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa," tutupnya.

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER