Wadahnews.com- Harga emas dunia menunjukkan kinerja positif di bulan Februari, tetapi bisa dibilang mengecewakan. Sebab, logam mulia ini sempat mendakati lagi US$ 2.000/troy ons sebelum terkoreksi.
Melansir data Refinitiv, pada perdagangan Senin (28/2) pukul 12:00 WIB emas di perdagangan di kisaran US4 1.911/troy ons, menguat 1,26% dibandingkan penutupan perdagangan Jumat pekan lalu. Sepanjang Februari hingga ke level tersebut, harga emas hanya menguat 6,38% saja.
Potensi penguatan emas sebenarnya bisa jauh lebih besar dari itu, sebab Rusia pada Kamis pekan lalu mulai menginvasi Ukraina. Pasar finansial global pun sempat bergejolak, dan aset safe haven kembali menjadi buruan investasi. Selasa(1/3).
Saat itu, harga emas dunia meroket hingga menyentuh US$ 1.973/troy ons, tetapi tidak lama justru berbalik kembali ke bawah US$ 1.900/troy ons.
Pasar yang melihat kemungkinan perang yang lebih besar tidak akan terjadi membuat harga emas dunia menghentikan reli menuju US$ 2.000/troy ons dan justru berbalik merosot.
Amerika Serikat (AS) dan Negara Barat lainnya memutuskan memberikan sanksi ekonomi di Rusia, tidak dengan tindakan militer. Sehingga perang diperkirakan tidak akan meluas.
Selain itu, bank sentral AS (The Fed) yang akan menaikkan suku bunga di bulan Maret juga menjadi penahan laju emas yang merupakan aset tanpa imbal hasil. Beberapa pejabat elit The Fed sudah angkat bicara terkait kemungkinan seberapa besar kenaikan suku bunga akan dilakukan.
Beberapa pejabat melihat The Fed tidak perlu menaikkan suku bunga 50 basis poin, yang lainnya menyatakan hal tersebut perlu untuk meredam inflasi yang saat ini sebesar 7,5%, tertinggi dalam 4 dekade terakhir.
Terbaru, Dewan Gubernur The Fed, Christoper Waller, yang mendukung kenaikan sebesar 50 basis poin. Menurutnya hal ini bisa dilakukan agar suku bunga bisa mencapai 1% - 1,25% di awal musim panas (awal Juli).
"Saya memperkirakan inflasi masih akan tinggi dan hanya akan menunjukkan penurunan yang moderat dalam beberapa bulan ke depan," kata Waller saat berbicara di Universitas Santa Barbara sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia.
"Oleh karena itu, saya percaya suku bunga harus berada di kisaran 1% - 1,25% pada awal musim panas" tambahnya.
Suku bunga The Fed saat ini sebesar 0% - 0,25%, dan biasanya kenaikan dilakukan sebesar 25 basis poin. Tetapi melihat jadwal rapat kebijakan moneter The Fed, sebelum bulan Julia ada 3 kali pertemuan, Maret, Mei dan Juni.
Sehingga untuk mencapai suku bunga 1% - 1,25% pada awal Juli perlu kenaikan 50 basis poin, sebanyak satu kali dan diperkirakan pada bulan depan.
Sebelum Waller, Presiden The Fed wilayah St. Louis, James Bullard, menjadi yang paling kencang menyatakan akan memilih untuk menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin bulan depan. Ia juga berpandangan suku bunga perlu mencapai 1% - 1,25% di awal Juli.
Tiga pekan lalu, pasar juga melihat adanya probabilitas lebih dari 90% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin, tercermin dari perangkat FedWatch milik CME Group.
Tetapi saat ini, probabilitas tersebut jauh menurun, menjadi 4,6,2% saja. Pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin bulan depan, dengan probabilitas sebesar 95,4%.
Hal ini tidak lepas dari banyaknya pejabat The Fed yang tidak mendukung kenaikan yang agresif.
Meski demikian, belum adanya kepastian seberapa besar The Fed akan menaikkan suku bunganya membuat laju penguatan emas tertahan.