Wadahnews.com- Rupiah kertas tahun emisi 2022 telah resmi diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) dengan tujuh yakni Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000. Selasa (23/8).
Kendati demikian, jika dilihat secara seksama, saat ketujuh, uang kertas tahun emisi 2022 itu diterawang, baik itu di bagian depan dan belakang, maka terdapat gambar yang saling melengkapi beserta satuan nominal rupiah tanpa ada tiga nol.
Pada uang Rp 100.000 misalnya, saat diterawang, bukan hanya ada gambar tokoh Soekarno dan Mohammad Hatta, namun terdapat angka 100.
Bukan hanya ada di emisi Rp 100.000, nominal tanpa tiga nol di belakang juga terdapat semua rupiah kertas tahun 2022.
Adanya nominal rupiah tanpa ada tiga nol di uang kertas tahun emisi 2022 tersebut, apakah ini pertanda bagi Bank Indonesia untuk melakukan redenominasi?
"Tidak sebenarnya, hanya menggambarkan Rp 100.000 menjadi 100, karena kan ruangnya terlalu kecil jika ditampilkan semua. Rp 50.000 menjadi Rp 50 itu hanya menunjukkan ini saja (ruang terlalu kecil)," jelas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim, seperti dikutip melalui CNBC Indonesia.
Pada dasarnya redenominasi rupiah merupakan suatu kebijakan yang positif dengan mengurangkan nolnya, tanpa mengubah nilai mengubahnya, untuk mendapatkan uang agar lebih mudah dan nyaman dalam melakukan transaksi. Sehingga tidak perlu banyak angka nol di belakang angka nominal.
Contoh dari redenominasi rupiah yaitu misalnya nilai uang Rp 100.000 akan tetap sama dengan Rp 100 jika sudah diredenominasi. Contoh kasus, seseorang membeli barangminasi Rp 100.000, sebelum redeno, orang tersebut masih bisa membeli barang tersebut dengan uang Rp 100 karena nilainya sama.
Seperti diketahui, di tengah penanganan pandemi Covid-19 pada 2020 silam, Kementerian Keuangan mengusulkan sebuah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (redenominasi) masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024.
Usulan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77 Tahun 2020 tentang Rencana Strategi Kementerian Keuangan 2020-2024
Berdasarkan peraturan tersebut, pemerintah meyakini urgensi RUU redeno ini antara lain untuk efisiensi perekonomian, sistem transaksi, akuntansi, dan pelaporan APBN.
Marlison mengungkapkan hingga saat ini, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter mendukung kebijakan pemerintah tersebut. "Kalau di Indonesia sih kita mendukung kebijakan dari pemerintah," tutupnya.